JIWA PANCASILA ADALAH KEKELUARGAAN

Sore ini, [21 September 2014] sebelum balik ke Jogja.. menyempatkan diri mampir ke Pasar Buku LOAKan samping Terminal Senen. Awalnya sih penginnya cuma lihat-lihat, paling kalau mau beli pun harus dibatasi. Mungkin 1 atau 2 buku, karena barang bawaan lumayan banyak.

Eh, ternyata!
Hastratnya tidak bisa dibendung. Apalagi melihat buku-buku bagus yang pinggirnya sudah dimakan rayap. Buku dengan Ejaan lama yang membahas tentang Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Eigendom, Pidato-pidato Soekarno, Syahrir di BandaNeira, Legends of Madura, Kisah Para Pandawa dan yang paling Spesial adalah buku dengan Judul ;New China Advances to Socialisme; yang diterbitkan oleh Foreign Languages Press, Peking 1956.

Alhasil, barang bawaan bertambah 2 kardus Indo*ie. Siap-siap untuk keringatan memikulnya.

Diantara sekian buku itu, saya menyempatkan menjamah tulisan Soediman Kartohadiprodjo dengan Judul buku Kumpulan Karangan [PT. Pembangunan, Djakarta 1964].

Cekidooot!
Pancasila dilahirkan oleh Bung Karno. Beliau menolak sebutan sebagai penciptanya. Pancasila adalah isi jiwa Bangsa Indonesia, beliau mengaku hanya penggalinya. Tetapi, meskipun demikian, ucapan-ucapan Bung Karno tentang sifat, isi, jiwanya Pancasila merupakan bahan yang fundamentil, apalagi kalau penggalian ini dilakukan dalam bidang kerohanian.

Mengenai Pancasila ini, maka berkata Bung Karno, kalau beliau mempertahankan rancangan Undang-Undang Dasar yang disusunnya berdasarkan Pancasila itu; Buanglah sama sekali faham individualisme itu, janganlah dimasukkan dalam undang-undang dasar kita yang dinamakan Rights of Citizens, maka oleh karena itu jikalau kita betul-betul hendak mendasarkan negara kita kepada faham kekeluargaan, faham tolong-menolong, faham gotong-royong dan keadilan sosial, enyahkanlah tiap-tiap pikiran, tiap-tiap faham individualisme dan liberalisme dari padanya.

[Keberanian menunjukan, bahwa kita tidak hanya membebek kepada contoh-contoh undang-undang dasar negara lain, tetapi membuat sendiri undang-undang yang baru yang berisi kefahaman keadilan yang menentang individualisme dan liberalisme, yang berjiwa kekeluargaan dan gotong-royong. *dari Pidato Bung Karno dalam rapat Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan, 15 Juli 1945, dikutip dari Moh. Yamin, Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945 jld. I hal 287-298]

Disini Bung Karno dengan jelas menyatakan bahwa Pancasila jiwanya adalah Kekeluargaan.

Kekeluargaan adalah faham yang asalnya dari keluarga. Keluarga adalah suatu kesatuan pergaulan hidup, yang terdiri dari anggota yang berbeda-beda satu sama lain, berbeda dalam umur, kelamin, dan berbeda pula dalam kepribadian, jadi Perbedaan dalam Kesatuan. Yang berbeda-beda itu masing-masing baru merasa bahagia kalau berada dalam kesatuannya, Jadi Kesatuan dalam Perbedaan.

Terdapat Ke-dwitunggal-an antara Perbedaan dan Kesatuan, Kesatuan dan Perbedaan.

[Disadur sesuai dengan aslinya yg masih ejaan lama]